Jumat, 29 Juli 2011

APAKAH AKU ENGGAN UNTUK BERBAGI ?


Hari masih pagi. Jam menunjukkan pukul 06:41. Ketika aku lagi asyik berbenah diri, tiba-tiba ada sms masuk ke hapeku. “Seseorang mengetuk pintu saat aku sarapan pagi. Alhamdulillah dapat inspirasi menulis. Intinya, ayo membaca. Ya ada di sekitar kita lalu menuliskan hikmahnya.” Begitulah kira-kira bunyi smsnya. Aku tertegun membacanya. Dialah sahabatku di dunia maya. Sahabat yang selalu memberi dorongan dan semangat tuk aku segera menggerakkan tanganku. Dia yang selalu menanyakan sampai di mana tulisanku. Apa nggak capek, sudah berapa kali dia menasehatiku tapi aku sendiri cuek saja dan asyik dengan duniaku. Duniaku yang penuh dengan angka-angka. Aku pun menjawab sms itu sekenanya “Gitu ya, kalau udah jadi penulis apa pun bisa dijadikan inspirasi. Tapi sayang, tidak semua penulis bisa seperti itu termasuk aku he…he…” Itulah aku, yang selalu merasa tidak PD. Aku ini orangnya biasa-biasa saja dan belum apa-apa. Tulisanku juga masih sederhana, sesederhana orangnya he…he…

Lagi-lagi dia memberi semangat “Insya Allah bisa, kecuali yang gamang atau enggan melakukan, padahal ilmu udah di tangan.” Hemmm…nyindir nih…batinku. Aku tersenyum dalam hati.

Terus terang di otakku banyak ide yang ingin aku tuangkan menjadi sebentuk tulisan. Tapi apa daya, waktuku habis untuk beberapa amanah yang diberikan kepadaku. Waktu tujuh hari rasanya belumlah cukup. Lima hari dalam satu Minggu, kuhabiskan waktuku di kantor dari jam 08.00 – 16.00 kadang-kadang lembur karena ada tugas tambahan atau kerjaanku yang belum sempat terselesaikan. Sabtu – Minggu libur tapi ada saja acara yang membuatku tidak bisa bernafas lega barang sebentar. Apalagi sekarang aku diamanahi untuk menjadi Bendahara Umum di sebuah Yayasan yang selama ini aku biasa beraktivitas. Aku harus menempuh perjalanan selama kurang lebih 30 menit dari kosku. Rasanya badanku pegal-pegal semua. Kemarin sempat jatuh sakit dan tidak masuk kantor selama dua hari. Sebenarnya dokter menyarankan untuk istirahat total tidak boleh beraktivitas dulu selama minimal 3 hari. Tapi aku sendiri tidak bisa tenang karena kepikiran dengan amanah dan tugas-tugasku di kantor yang sudah menungguku. Dan benar saja, baru aku tinggal dua hari di meja kerjaku sudah menumpuk berkas-berkas perusahaan yang masuk dan belum sempat aku rekap. Biasa deh kalau menjelang puasa begini, banyak permintaan. Kok jadi curhat ya he…he…

Aku kadang bertanya pada diriku sendiri, apakah aku kurang bisa membagi waktu? Apakah aku ini enggan untuk berbagi? Ataukah aku yang merasa tidak PD dengan apa yang aku sampaikan? 

Jujur aku ingin berbagi, berbagi apa saja apalagi berbagi dalam hal ilmu. “Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan, ilmu yang diberikan kepada orang lain, tawadu’ (rendah hati) yaitu khidmad kepada guru dan kita dianjurkan untuk sambung terus dengan guru jangan sampai melupakan guru kita.” Sebagaimana juga dalam hadits yang mengatakan bahwa “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain” Jadi alangkah indahnya dan sangat beruntungnya kita manjadi manusia kalau kita bisa saling berbagi, saling mengingatkan, saling melengkapi dan juga saling mendoakan. 

Pernah beberapa waktu lalu, aku diminta untuk mengisi rubrik niswiyah edisi khusus ramadhan di sebuah majalah. Tapi kembali tawaran itu aku tolak, aku merasa masih banyak yang lain yang lebih baik daripada aku. Aku bilang bahwa tulisanku itu belum apa-apa, masih sederhana dan masih mencirikan penulis pemula. Aku tidak begitu pintar merangkai kata-kata. Rasanya belum pantas untuk dimuat di sebuah majalah. 

Eh, ternyata tulisanku itu masih ditunggu walaupun deadlinenya sudah kelewat. “Mbak, hari ini saya tunggu tulisannya sampai jam 12.00 siang, ya,” pinta bagian redaksi majalah ketika bertemu denganku. Akhirnya terpaksa deh aku jawab Ok walaupun dalam hati aku ragu, bisakah aku? Aku pikir tawaran itu sudah tidak berlaku. Sampai sekarang pun aku belum tahu, apakah tulisanku itu jadi dimuat atau tidak karena harus diseleksi dulu di bagian redaksi. 

Pun ketika hari ini aku ditelpon oleh seseorang terkait dengan Kajian Tafsir An-Nisa’ khusus untuk bulan Ramadhan yang diadakan oleh Al Kayyis dan kebetulan aku adalah salah satu panitia dalam acara itu. Lagi-lagi aku selalu menjawab kalau tidak salah” atau mungkin sampai akhirnya si penelpon itu tidak yakin dengan jawabanku dan memintaku untuk mengatakan ya atau tidak Aku tersenyum. Malu rasanya. Itulah kebiasaan jelekku, selalu mengawalinya dengan kata-kata kalau tidak salah atau mungkin
 
Aku teringat dengan pesan yang pernah disampaikan Kakakku ketika mengikuti Kelas Menulis Fiksi Angkatan I bahwa ada lima perintah perguruan sebagai pembuka pintu gerbang untuk kita menjadi seorang penulis dan salah satunya adalah mengukir citra diri positif. Jangan mengatakan saya tidak bisa tapi berkatalah bahwa saya bisa atau saya bisa menjadi penulis. Dengan begitu kita akan lebih mudah untuk menuangkan ide-ide kita dan merangkainya menjadi sebentuk tulisan.

Ya Allah, mudahkanlah lisanku dan jauhkan diriku dari keragu-raguan. Ya Ilahi Robbi berikan kemudahan dalam segala urusanku dan beri kekuatan tuk menjalankan amanahku dengan sebaik-baiknya. Allah…tuntunlah aku selalu di jalanMU. Amin

1 komentar:

  1. Amin, Ya Allah Ya Rabbal 'Alamin.

    Saya rasa, sahabat tersebut tidak bermaksud menyindir, justru sebaliknya, menyemangati. Sesuai dengan slogan blog yang indah ini, " saling mengingatkan,menguatkan dan juga mendoakan ".

    Salam untuk sahabat tersebut :). Teruslah kalian seperti slogan diatas, sederhana tapi penuh makna dan harapan.

    BalasHapus