Minggu, 30 Januari 2011

IMPIANKU YANG TERTUNDA



Di sudut kamarku yang mulai berdebu, kutemukan sebuah buku yang terselip diantara buku-buku koleksiku, majalah-majalah, buku agenda dan catatan-catatan kecilku yang  mulai usang dimakan waktu. “Langit Jingga Hatiku” (Memoar Seorang Penulis Wanita). Ada pesan khusus di lembaran buku itu “Toek : Adikku Luluk, Love!”.  “Ah..., itulah sebentuk cinta dari Mbak Pipiet Senja kepadaku, siapa lagi kalau bukan penggemar beratnya”. 
Kuteringat, dimana saat itu aku masih menjadi seorang mahasiswi. Kemana-mana kalau ada acara seminar tentang kepenulisan pasti deh aku usahakan untuk ikutan meramaikan. Aku sebenarnya kurang suka dalam dunia tulis-menulis, aku lebih suka dunia yang berkutat dengan angka-angka. Aku lebih senang pelajaran akuntansi dan Matematika daripada Sastra Indonesia, Sejarah, Geografi atau yang lainnya. Tapi apa salahnya kalau aku belajar, aku ingin mengikuti jejak kakakku yang juga seorang penulis.
Sempat aku membayangkan bagaimana kalau seandainya aku bisa menjadi penulis beneran. Wah…asyik dong, bisa memburu dollar dengan hanya diam aja di rumah sambil menulis, menjadi istri yang sholehah buat suamiku kelak dan sekaligus menjadi ibu yang baik buat anak-anakku yang sholeh dan sholehah. Apalagi kalau udah dikenal banyak orang, jadi selebritis dong he..he..he...mimpi kali ye?! Ups…astaghfirullah! Maafin hambaMu ini Ya Allah yang terlalu berlebihan dalam berangan-angan.
Pernah suatu kali, aku sempat ditanya sama Mbak Asma Nadia. “Dik Luluk juga suka menulis ya seperti Mas Bih?” (Mas Bih, panggilan Mbak Asma buat Kakakku).
"Kalau saya sih, lebih suka membaca dan mengoleksinya daripada menulis Mbak, saya gak PD, apalagi kalau dibandingkan dengan kakak saya, jauh Mbak, ” aku jawab sekenanya sambil tersenyum malu.
Akhirnya kuawali semua itu dengan membaca. Membaca buku-buku karya penulis terkenal seperti Helvi Tiana Rossa, Asma Nadia, Dian Yasmina Fajri, Pipiet Senja, Fauzil ‘Adhim, Habiburrahman El Shirazy,  Sakti Wibowo dan ada juga yang lainnya. Aku cuma mempunyai beberapa koleksi buku aja, selebihnya pinjam dan dipinjami Kakakku yang penulis itu. Alhamdulillah punya Kakak seorang penulis, jadinya aku gak terlalu banyak mengeluarkan kocekku untuk membeli buku-buku yang aku suka.
Sambil membaca, aku coba untuk memulai menulis. Menulis diatas Diary Kecilku, kadang-kadang kutuangkan di atas lembaran-lembaran kertas kosong tak beraturan. Seringkali aku berhenti di tengah-tengah sebelum tulisan itu kelar. Rasa bosan kadang melanda, bingung apa yang mau ditulis. Cari judul yang pas aja kadang sulitnya minta ampun. Ya… karena aku bukan seorang penulis. Pernah aku curhat sama Kakakku, “Mas gimana sih jadi seorang penulis? Kadang pikiranku buntu gak bisa diajak kompromi, malas, bosan jadi satu deh pokoknya. Seringkali hasil tulisanku gak bisa fokus, ibarat pikiran tuh bercabang. Apa sih enaknya jadi penulis? Lebih baik aku disuruh menghitung daripada menulis. Aku gak punya bakat menulis tapi aku pengiiin…!,” kataku sambil merajuk. Kakakku hanya senyum-senyum aja melihat kebingunganku.
 “Menulis itu bukan karena punya bakat atau tidak. Sebenarnya setiap orang bisa menulis, tinggal diasah aja, misal dengan mengikuti seminar-seminar tentang kepenulisan, memperbanyak latihan menulis, mencari beberapa artikel atau tulisan orang lain kemudian disimpulkannya sendiri dengan gaya bahasa kita sendiri atau juga membaca buku-buku karyanya penulis terkenal, majalah, bulletin, dan banyak jalan yang bisa kita lakukan untuk menambah wawasan tentang kepenulisan”.
Seperti dikatakan Mbak Pipiet Senja dalam bukunya “Langit Jingga Hatiku”, bahwa bakat hanya sekian persen, selebihnya adalah bagaimana kita mendisiplinkan diri untuk selalu menulis, menulis dan menuliiiisss! Menulis itu sungguh menyenangkan. Inilah sikap yang harus kita tanamkan pada diri sendiri. Tulislah hal-hal yang sederhana, hal-hal yang sering kita alami, pengalaman sendiri atau teman-teman. Jangan memulai menulis dari yang njelimet-njelimet. Bila Anda merasa sudah berjuang sedemikian keras dalam mencapai cita-cita sebagai penulis, tetapi belum juga berhasil…Tak mengapa, mungkin Allah Swt telah menyediakan lahan lain yang lebih menguntungkan Anda di suatu tempat.
Tapi itu dulu…belasan tahun yang lalu. Tulisanku pun tidak pernah aku publikasikan, hanya kurangkai dan kubaca sendiri. Itulah aku, orangnya gak PD-an dengan hasil karyanya sendiri.
“Kayak kemarin-kemarin, aku ditanya lagi sama temen-temenku. Gimana Mbak? Katanya mau menulis?! Kakaknya aja bisa, masak sampeyan sebagai adiknya gak bisa menulis. Pastinya punya bakatlah Mbak, gak jauh-jauh beda dengan Mas Beh!”
Pertanyaan itu gak sekali aja, sudah beberapa kali malah. Dan sekarang aku mendapatkan email yang nadanya juga sama dari seorang sahabatku di dunia maya. “Ukhti!”, begitu dia memanggilku. Ukhti menulis? Rencananya mau dipublikasikan dimana, eramuslim? kotasantri? atau mau buat blog sendiri? Aku senyum-senyum sendiri. Jadi malu, aku itu tidak ada apa-apanya. Aku orangnya biasa-biasa aja. Aku hanya bisa menulis di atas diaryku, ya....buat dibaca sendiri aja, rasanya gak layak untuk dipublikasikan.
Entah kenapa, akhir-akhir ini banyak yang mendukungku untuk segera menulis, yang tadinya hanya di atas diary diminta menuangkannya di sebuah blog. Aku merasa tertantang, tapi tanganku sudah terlanjur kaku untuk digerakkan. Aku sudah lama gak menyentuh Diary Kecilku lagi, malah sekarang aku gak tahu keberadaannya dimana, karena aku sering berpindah-pindah tempat. Maafin aku Diary Kecilku!
Benar apa yang dikatakan Mbak Pipiet Senja, kita harus berjuang sedemikian kerasnya untuk mencapai cita-cita dan rasanya aku ini belumlah apa-apa. Aku salut dengan perjuangan beliau, walau dalam keadaan sakit sekalipun, beliau sempatkan untuk menulis, menulis dan menuliiisss.
Malam ini, akan aku coba untuk menyapanya kembali dengan lembaran-lembaran diaryku yang baru. Akan aku rangkai kata demi kata menjadi sebuah tulisan dengan sisa-sisa tenagaku. Aku ingin mewujudkan impianku yang tertunda.

Gambar diambil dari sini

3 komentar:

  1. Kalau boleh menengok sebentar ke belakang, membaca adalah hobby utama saya, sedang menulis bisa dikatakan cikal bakal hobby selanjutnya.

    Jauh sebelum mengenal blog, awal saya mengenal dunia maya, saya adalah pembaca setia tulisan-tulisan di Oase Iman. Salah satu penulis favorit saya adalah Bahtiar Hs. ( Sungguh, begitu banyak ilmu dan pelajaran yang kudapat, termasuk bagaimana akhirnya saya diperkenalkan dengan dunia blog, step by step. Ya, step by step, itu yang senantiasa saya ingat. Terima kasih 'guru' ).

    Rutin mengcopy paste tulisan di Oase Iman ( eramuslim.com ), akhirnya saya tertarik untuk mencoba menulis. Jika orang lain bisa, semestinya akupun bisa, paling tidak harus dibuktikan dengan sebuah tindakan nyata. Tidak langsung berhasil, tapi alhamdulillah akhirnya satu tulisanku berhasil dipublikasikan. Bukan karena materi, bukan pula karena rasa bangga yang berlebihan, tapi berhasil lolos seleksi redaksi adalah sebuah hal yang sangat menggembirakan, tiupan semangat yang menggairahkan. Alhamdulillah, sampai saat ini beberapa tulisanku masih ikut mengisi rubrik Oase Iman dan Pelangi di kotasantri.com. Masih perlu banyak belajar, itu sepenuhnya saya sadari. Tapi, tidak membuat gerakan tangan ini berhenti, karena belajar adalah sesuatu yang mesti.

    Kalau boleh menyarankan, jangan ragu untuk mulai menulis. Setelah blog, cobalah untuk berbagi dengan pembaca yang lebih luas. Eramuslim maupun kotasantri.com bisa dijadikan solusi. Tanpa harus terus 'mengandalkan' kakak yang seorang penulis, ukhti bisa menjadi penulis hebat. Tak salah dan tak akan ada yang menyalahkan bila nantinya justru lebih hebat dari sang kakak.

    Teruslah menulis, menulislah dengan hati karena konon tulisan yang seperti ini akan sampai juga ke hati.

    ( maaf, komennya terlalu panjang, tapi sepertinya tidak / belum lebih panjang dari postingannya. Hehehe )

    BalasHapus
  2. Ma kasih atas masukannya. Kalo ke eramuslim atau kotasantri nanti aja deh..perlu waktu..
    Sssst.., jangan bilang-bilang disini :-) gak enak deh sama kakakku..gimana nanti kalo dia baca, hayo..hehe..
    Gpp, sesama penghobby perangkai kata kan harus bersaing he..bersaing dalam hal kebaikan maksudnya, saling mengingatkan..

    BalasHapus
  3. tapi tetep dari hati,bukan sekedar mengingatkan orang lain tapi diri sendiri jauh dari apa yang telah disampaikan. Ya..seperti kunang-kunang, dia bisa menerangi diri sendiri dan juga memberi cahaya buat orang lain. Ya..intinya saling mengingatkanlah..oke Semoga kita bisa seperti kunang-kunang. Amin

    BalasHapus