Jumat, 28 September 2012

Aku Akan Sabar Menunggu




Sudah keringkah airmatamu, Dik? Tiap kali kudengar isakmu, aku selalu dihinggapi rasa bersalah yang tak mudah untuk dienyahkan. Entah mengapa, ia seperti sebentuk bayangan hantu yang sepertinya selalu berdiri di belakangku. Sayap hitamnya akan mengepak menyergap diriku tiap kali tangismu mengembang. Runcing taringnya akan menghujam tubuhku tiap kali titik air membasahi sudut matamu. Dosa macam apakah yang telah kulakukan padamu, adikku? Kapankah ini akan berakhir? Barangkali sudah sekian kali aku salah langkah di matamu ... tanpa aku tahu. Meski yang kulakukan, menurutku, adalah yang terbaik, yang mampu kukerjakan.

Di hari yang fitri ini, sekali lagi, Masmu, yang telah banyak mengecewakanmu ini, minta maaf padamu dengan setulus hati. Yuk, kita perbaiki untuk hari-hari mendatang. Semoga Allah segera memenuhi harapan-harapanmu, dan tentu harapanku juga. Aamiin

Masmu yang sering mengecewakanmu

###

Segera kulipat surat itu dan kusimpan rapi di dalam buku diaryku yang tak lagi berwarna ditelan usia. Belasan tahun sudah, surat itu masih saja ada di sana. Tahukah engkau? Setiap kali aku membaca suratmu, air mataku tak pernah berhenti mengering. Aku menyadari, semua yang engkau lakukan itu adalah yang terbaik untukku. Maafkan aku, Mas!

Bagaimana kabarmu hari ini? Semoga Mas sekeluarga dalam keadaan sehat wal’afiat dan senantiasa dalam ridho-Nya. Sengaja aku menulis surat ini untukmu agar engkau tahu bagaimana dalamnya hatiku.

Mas yang selalu kurindu,
Setiap kali aku melihat Mas termenung, diam tak banyak bicara. Ingin rasanya aku mengajakmu bercanda, tertawa tapi aku bingung darimana aku harus memulainya? Senyum yang dulu selalu menghiasi wajahmu, sekarang tak lagi kutemui. Begitu juga dengan segala nasehatmu, tak kudengar lagi dari mulutmu. Tahukah, Mas? Aku kangen semua itu.

Masih ingatkah? Ketika aku pulang sekolah tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Aku hanya bisa termenung di sudut depan kelas, berharap ada yang menjemputku. Waktu itu, telpon rumah belumlah ada apalagi hape. Terlintas keinginanku untuk pulang sendiri dengan berjalan kaki tapi hujan tak bisa diajak kompromi. Sekolah pun mulai sepi, tapi aku masih saja berdiri di sana menunggu jemputanmu yang tak pasti.

Tiba-tiba kulihat dari kejauhan, Mas muncul dari balik pintu gerbang sekolah dengan mengendarai sepeda onthel kesayanganmu. Senyummu yang khas terlihat dibalik setangkai daun pisang yang kau bawa dengan tangan kirimu. Segera kau percepat laju sepedamu dan menghampiriku yang tak lagi sabar menunggu.

“Udah sepi, ya? Maaf, tadi hampir saja Mas lupa tidak menjemputmu.”

Kamu pun tersenyum sambil memberikan setangkai daun pisang itu kepadaku.
Aku pun ikut tersenyum malu menyambutmu.

“Trus, Mas pakai apa?”


“Mas nggak usah, pakai aja, nanti kamu sakit.”


Akhirnya aku menuruti saja perintahnya. Dia pun membiarkan tubuhnya basah kuyup demi aku, adikmu. Jujur, dalam diam aku mengagumimu. Begitu cinta dan sayangnya engkau kepadaku. Air mataku mengalir deras, sederas air hujan yang turun saat itu.

Dan ketika aku mulai mengenal yang namanya cinta, engkau selalu berkata,

“Sudahlah, serahkan semua kepada Allah. Kalau memang sudah waktunya, insya Allah, Dia akan memenuhi janjiNya. Percayalah padaNya, adikku. Mas nanti yang akan mencarikan, nggak perlu pacaran.”


Mas, tahukah engkau? Aku kini sudah tak muda lagi. Teman-teman sebayaku sudah mulai meninggalkanku, hidup bahagia bersama pilihannya. Dan aku tahu engkau pun tak henti-hentinya mencarikan belahan jiwa untukku seperti yang pernah engkau bilang kepadaku.

Dan setiap kali aku gagal berproses dengan seseorang, engkau juga yang selalu menguatkanku.

“Inilah jawaban dia. Terimalah dengan lapang dada serta sabar, seraya terus berharap kepada-NYA. Aku pun berdoa demikian untukmu. Selalu.” 


Tanpa membaca kalimat selanjutnya, aku pun sudah tahu maksud dari jawaban itu. Kalimat itulah yang masih saja terngiang di telingaku, membuatku semakin tegar dan kuat.

###

Bulan pun berganti tahun. Sudah sekian lama aku menunggu tapi hingga kini, Allah belum memenuhi harapan-harapanmu dan juga harapanku.

Jujur, ada setetes air bening jatuh di pipiku mengingat semua yang pernah terjadi. Apakah ada yang salah pada diriku, hingga Engkau belum mengabulkan permohonanku?

Ya Allah, ampuni hambaMu ini, 
Ampuni aku Ya Robbi
Ampuni atas segala khilaf dan dosa-dosaku
Dekatkanlah selalu aku padaMu
Ajari aku untuk selalu ikhlas dan ridlo menerima segala keputusanMu

Hanya satu pintaku
Jadikanlah ujian demi ujianMu ini sebagai penguat hatiku
Jangan biarkan aku jauh dariMu dan rapuh karenanya.

Masku yang berhati baik,
Kutulis surat ini dengan berlinang air mata. Terima kasih atas semuanya. Semua perhatian, cinta dan kasih sayang yang telah engkau berikan kepadaku. Jangan pernah berhenti mencarikan belahan jiwa untukku. Aku akan sabar menunggu sampai nafas terakhirku.


Rara,

Adikmu yang selalu setia menunggu hari indah itu datang menyapanya


8 komentar:

  1. Balasan
    1. Ya begitulah Mbak Lidya :) Alhamdulillah saya sendiri punya Kakak yang perhatian dan baik hati juga :)

      Hapus
  2. Eh.. kok tulisan ini gue banget ya... :blush:

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa iya Mbak Akin :) Semoga bermanfaat Mbak.

      Hapus
  3. ketika sabar dan ikhlas dipertahankan, maka mimpi-mimpi itu akan jadi kenyataan. Insya Allah.
    Apa kabar dengan 'guruku'? Sampaikan salamku pada beliau.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin Ya Robb...jazakumullah doanya. Semoga sabar dan ikhlas itu masih tetap ada di hatiku.

      Alhamdulillah guru jenengan baik-baik aja. Insya Allah salam aku sampaikan.

      Hapus
  4. senengnya punya mas seperti itu..

    semoga Allah segera mewujudkan harapan kalian ya mbak. Amien

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Ma kasih doanya Mbak. Maaf terlambat balas komentnya :)

      Hapus