Jumat, 10 Februari 2012

MENYENANGKAN RASULULLAH


Marhaban Ya Nurol ’Aini
Marhaban Marhaban
Marhaban Jaddal Husaini
Marhaban Marhaban
……….

Selamat datang Ya Rasulullah
Aku rindu kehadiranmu
Aku rindu melihat wajahmu

Alangkah indahnya hidup ini
Bila aku bisa bertemu denganmu
Walau hanya dalam mimpi-mimpiku

Malam ini puji-pujian dan sholawat atas Rasulullah Saw itu terdengar lagi tak jauh dari tempat tinggalku, hanya dengan melangkahkan kaki tak sampai lima menit sudah sampai di pondok itu, sebuah pondok pesantren penghafal Qur’an. Subhanallah, Alhamdulillah. Ya Allah, aku bersyukur atas segala nikmat dan karuniaMu. Walaupun aku belum bisa menghafal Al Qur’an 30 Juz itu, tapi berikanlah kemudahan dalam memahami dan melaksanakan perintah-perintahMu yang tertulis dalam KalamMu. Insya Allah.

###

Setiap kali hari Senin dan bulan Rabiul Awwal hadir, tentu saja rasa senang itu harus diwujudkan, bisa dengan berpuasa pada hari Senin dan mengadakan peringatan-peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di bulan Rabiul Awwal ini. Rasa senang dalam bentuk seperti inilah yang dulu pernah dilakukan oleh Abu Lahab. Ia bukan hanya sekedar senang mendengar berita kelahiran sang keponakan yang yatim, tetapi melengkapi rasa senangnya dengan memerdekakan si pembawa berita, sahayanya bernama Tsuwaibah. Tsuwaibah inilah yang pernah menyusui bayi Rasulullah Saw bersama anaknya sendiri yang bernama Masruh serta bayi Hamzah paman Nabi Saw dan bayi Abu Salamah, suami Ummu Salamah yang kemudian menjadi istri Nabi Saw.

Rasa senang seperti inilah yang hingga kini dan selamanya dirasakan manfaatnya oleh Abu Lahab yang kafir dan sangat memusuhi Rasulullah Saw. Tentunya kita manusia beriman pasti mendapat manfaat yang sangat jauh lebih besar lagi jika mampu bergembira seperti kegembiraan Abu Lahab.

Bergembira dan membanggakan Rasulullah Saw adalah wajib. Tetapi apakah kita hanya cukup menyenangkan dan membanggakan Rasulullah saja? Tidaklah cukup, tetapi harus ada langkah dan usaha yang bisa kita lakukan untuk bisa menyenangkan dan membuat bangga Rasulullah Saw, diantaranya :

Menghidupkan Sunnah-nya :

Bagaimana bisa menyenangkan hati Rasulullah Saw kalau di kamar mandi saja masih suka karaokean dengan suara keras lagi? Bagaimana kita bisa menjadi kebanggaan Rasulullah Saw kalau makan minum saja masih suka pakai tangan kiri? Bagaimana kita bisa dicintai Rasulullah Saw kalau makan minum saja tidak pernah berdoa? Oleh karena itulah kita harus mengetahui secara detail kehidupan Rasulullah Saw itu seperti apa, untuk selanjutnya berusaha meniru baik dalam cara beribadah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal yang remeh hingga hal yang penting. Bagaimana Rasulullah Saw shalat, cara berbaris dalam shalat, masuk dan keluar masjid dan seterusnya. Bagaimana Rasulullah makan, minum, tidur, masuk WC (kakus), dll. Dengan berusaha menghidupkan sunnah berarti secara langsung kita memupuk kecintaan kepada beliau, sebagaimana dalam hadits :

“Barangsiapa menghidupkan sunnahku maka sungguh ia telah mencintaiku. Barangsiapa mencintaiku maka ia pasti bersamaku di surga”
(HR. Thabarani)

Kegemaran menghidupkan sunnah juga menunjukkan kesempurnaan iman seseorang, sebagaimana disebutkan :

“Tidak sempurna iman seseorang sebelum kesenangan dirinya mengikuti segala yang aku ajarkan” (HR. Dailami)

Mencintai Ahlul Bait-nya

Mencintai keluarga dan keturunan beliau. Menurut Imam Qadhi Iyadh dalam As Syifa’ berdasarkan riwayat dari Zaid bin Arqam adalah keluarga dan keturunan Ali ra, Ja’far dan Abbas. Allah berfirman dalam QS. As-Syuro 23 :

“Katakanlah, aku tidak meminta atas hal ini kecuali kecintaan kepada para
Kerabat (ku)”

Rasulullah Saw bersabda :

“Sesungguhnya aku meninggalkan untuk kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya maka kalian tidak akan pernah tersesat; kitab Allah dan keluargaku” (HR. Turmudzi/3788)

Seperti halnya kita mencintai suami atau istri, kalau kita menyatakan cinta kepada suami atau istri, ya jangan yang dicintai hanya suami atau istri kita saja tetapi juga keluarganya, baik orang tuanya, Kakak dan adiknya, kerabat dekatnya, hartanya, dan seterusnya.

Kepada Abbas ra, Nabi Saw bersabda :

“Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya, keimanan tidak memasuki hati seseorang sebelum mencintai kalian karena Allah dan RasulNya…” (HR. Baihaqi)

Mencintai Sahabat-nya

Sahabat adalah orang yang beriman dan pernah bertemu Rasulullah Saw. Meski beriman tetapi tidak pernah bertemu maka tidak termasuk sahabat seperti halnya Uweis Al Qarani yang kemudian menjadi tokoh terkemuka generasi Tabiin. Dan seperti raja Najasyi yang bernama asli Ashamah yang ketika meninggal bahkan sempat dishalati ghaib oleh Rasulullah Saw dan para sahabat. Mencintai sahabat memiliki banyak konsekwensi yang diantaranya tidak boleh mencaci mereka.

Rasulullah Saw bersabda :

“Jangan mencaci maki para sahabatku, karena sesungguhnya andaikan salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud maka tidak bisa menyamai satu mud atau bahkan separuh infak salah seorang mereka (sahabat)” HR. Bukhari

Mencintai Pewaris-nya (Ulama ‘Amilin)

Ulama adalah pewaris para Nabi. Dari merekalah umat mengenal dan meneladani ajaran-ajaran para Nabi. Atas dasar ini, Rasulullah Saw kemudian mengajarkan umatnya supaya memperhatikan hak-hak para ulama, diantaranya harus dimuliakan. Jika berbuat salah maka tidak boleh diklaim dan dilecehkan. Inilah ajaran dan pesan Rasulullah Saw. Betapapun seorang ulama berbuat salah maka sekali lagi tidak boleh dijatuhkan martabatnya, apalagi jika belum jelas kesalahannya atau bahkan nyata-nyata tidak bersalah. Melecehkan dan mencaci maki ulama adalah kedzaliman yang balasannya adalah kematian hati.

Imam Syafii berkata :
“Jika ulama bukan para wali Allah maka Allah sama sekali tidak memiliki wali”

Ibnu Asakir mengatakan :
“Ingatlah wahai saudaraku bahwa daging ulama itu beracun, dan sesungguhnya barangsiapa lidahnya mencela mereka maka Allah mengujinya dengan kematian hati sebelum kematiannya”

Memperbanyak Shalawat kepada-nya

Membaca dan memperbanyak shalawat kepada Rasulullah Saw adalah perintah Allah dan bukan hanya menyenangkan hati Rasulullah Saw tetapi juga menyenangkan Allah Azza wajalla, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda : 

“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, Allah bershalawat atasnya sepuluh kali dan mengangkatnya sepuluh derajat’ (HR. Nasai)

Jika kita ingin menjaga diri kita sendiri, maka hal yang perlu kita jaga adalah :

1. Shalat pada waktunya, tidak menunda-nunda waktu shalat

2. Memperbanyak shalawat kepada Rasulullah Saw

3. Memperbanyak membaca Al Qur’an

4. Memperbanyak membaca istighfar kepada Allah Swt agar hati menjadi tenang.

Semoga kita sebagai umat Nabi Muhammad Saw bisa mempraktekkannya dalam kehidupan keberagamaan kita sebagai usaha membuat Rasulullah Saw berbangga dan berbahagia, juga sekaligus langkah kita untuk memenuhi diantara sekian banyak hak beliau atas umatnya. Aamiin.

3 komentar: